21 Desember 2013
Ambil Napas
diposkan oleh Dhia di 10.23 1 komentar
14 Oktober 2013
Long Way From Home, Long Story to Tell
Malang, adalah tempat di mana sekarang gue berotasi terhadap poros Bumi.
Dari setelah UN sampe hari ini, ceritanya adalah sepanjang jarak gue dengan rumah gue di Ciputat. Cara ngukurnya? Weits, gue yakin cerita gue bisa non-stop dari Ciputat sampe Malang, even if we go by a car.
This is my family in Malang, alumni SMAN 47 Jakarta. Ini baru sebagian kecil. Itung aja sendiri kalo di angkatan gue ada 30 orang, angkatan atas 15, ditambah dua angkatan lagi di atasnya. Heuheu bener-bener keluarga besar. Gue pengen semester 3 nanti, ilmu gue udah bisa bermanfaat buat keluarga di Malang ini :)
Foto ini diambil tanggal 13 Oktober 2013, sebelum masuk sesi guling-guling di Bromo. Entah ada apa hari itu, bahkan alumni yang udah berkali-kali kesana aja bilang pasirnya lagi lebih tebel dari biasanya. Hasil dari guling-guling? Tiga spion lepas, dua diantaranya hilang tertimbun pasir, ada yang kukunya patah, keseleo, dan ada juga yang lecet wkwk. What so worthy about this tour is....AKHIRNYA GUE JALAN-JALAN BRAY! Dan kita pulang dengan selamat walaupun motor sempet kebalik, ada yang kelempar dari motor, dll.
So, wait for another jalan-jalan story! *semoga bisa jalan-jalan lagi, amin*
diposkan oleh Dhia di 13.49 0 komentar
20 April 2013
Me as Student
Ujian nasional bukan ujian materi, tapi ujian mental.
Maka yang berbuat curanglah yang sebenar-benarnya telah gugur duluan.
diposkan oleh Dhia di 08.47 0 komentar
23 Februari 2013
Was
To be a doctor --> Go to small village --> Build that village --> Establish school
It was my dream.
Jadi dokter emang susah, dari segi pelajaran ataupun biaya. Dulu gue pikir kalau gue udah bertekad jadi dokter, maka jalan akan dimudahkan di segi biaya. Bukan karena gue super pinter atau gimana, but I've read doctor books from age six. Di SMA awal gue mulai care dengan kondisi negara yang yah, gini-gini aja. Kesehatan jadi masalah buat orang-orang yang kurang mampu. Mau memperbaiki dari atas (pemerintah, red.) bakalan susah banget kayaknya. Bener salah aja udah gak jelas. Gue pikir yaudah, jadi dokter aja buat bantuin orang-orang tersebut, maka gue gak perlu bersentuhan dengan budaya institusi pemerintahan yang.....sudahlah, gue tidak jago mendeskripsikannya.
Tapi gue punya keluarga dan peran gue sebagai anak sulung mulai menutup celah-celah "mungkin" yang ada. Nenek gue mengharapkan gue kuliah cepet jadi bisa bantu buat nanti adek-adek gue kuliah. Sementara dokter? Sesebentar-bentarnya kuliah juga 5-6 tahun. Dari segi finansial pun gue udah blak-blakan nanya dan responnya kurang mendukung. Maka gue mundur perlahan karena gue gak bisa kuliah dengan beban dari orang-orang terdekat gue.
Yang pedih adalah banyak orang yang memaksakan diri jadi dokter karena pendapatan yang besar sementara belum siap untuk menanggung tanggung jawab yang besar. Akhirnya begitu lulus kerja di rumah sakit swasta dengan terus menghitung pendapatan. Lulusan kedokteran emang banyak, tapi yang ada di masyarakat langsung jatohnya cuma segitu-segitu acan. Dan justru mereka yang berniat tulus itu kekurangan...
So I really hope, for my friends who still want to be a doctor, be humble and grateful from now <3 p="">3>
diposkan oleh Dhia di 23.27 0 komentar